Kalau kita membaca ulang tujuan nasional bangsa ini, maka kita akan menyadari ada tugas sejarah yang harus kita tunaikan untuk dunia, yaitu ...

Menyoal (Kembali) Tugas Bangsa untuk Dunia



Kalau kita membaca ulang tujuan nasional bangsa ini, maka kita akan menyadari ada tugas sejarah yang harus kita tunaikan untuk dunia, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia. Ini adalah tugas sekaligus janji. The founding fathers menyusun kalimat ini dengan kesadaran penuh akan kewajiban merealisasikannya di masa depan. Maka tidak heran jika Soekarno banyak mengambil peran dalam menggalang gerakan kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika dan gerakan non blok.

Potensi SDA dan SDM yang dimiliki bangsa ini bisa dioptimalkan untuk mengambil peran lebih dalam melaksanakan ketertiban dunia. Terkait SDA, Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Fakta tersebut menunjukkan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini merupakan isyarat bahwa di masa depan bangsa ini akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan (green economy). Adapun terkait SDM, potensi manusia Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa tak dapat dipungkiri merupakan aset yang tak ternilai. Menurut Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, dalam kurun waktu 2020-2030 Indonesia akan mengalami perbaikan kondisi demografis luar biasa. Jumlah anak muda produktif akan bertambah. Jadi kedua potensi tersebut menjadi peluang bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa dengan peran yang besar dalam ketertiban dunia. Dalam hal ini terlebih dahulu kedua potensi tersebut harus dikapitalisasi dan disintesis untuk membangun kapasitas bangsa.

Tentunya dalam konteks kekinian kita bertanya-tanya, sudah seberapa besar kapasitas yang dimiliki bangsa ini untuk memenuhi tugas sekaligus janjinya tadi? Ternyata realita menunjukkan hal yang tidak menggembirakan. Kapasitas bangsa ini masih terlalu lemah untuk mengambil peran besar dalam ketertiban dunia. SDA yang melimpah belum teroptimalkan dalam pengelolaannya. Hal ini terkait dengan jumlah SDA yang tidak sebanding dengan kualitasnya. Bangsa ini masih banyak disibukkan dengan masalah internal, masih banyak krisis sosial, politik, dan ekonomi di sana-sini.

Kita tahu bahwa sejarah kebesaran bangsa adalah pertemuan antara kapasitas bangsa dengan momentum. Pada kenyataannya bagi bangsa ini sulit sekali keduanya bertemu. Bangsa ini seringkali dihadapkan pada hal-hal yang dilematis. Peran ideal yang ingin diambil dalam percaturan dunia internasional tidak sepadan dengan kapasitas bangsa. Inilah benturan antara idealisme dan realisme.

Masalahnya sekarang sudah terlalu banyak momentum yang muncul sebagai ujian atas peran bangsa ini dalam ketertiban dunia. Terlalu banyak tragedi kemanusiaan di dunia internasional. Misalnya saja sekarang bangsa ini dihadapkan pada tragedi pembunuhan masal di Rohingya, Myanmar. Ternyata tidak ada peran besar yang dilakukan bangsa ini, terutama dalam konteks ini pemerintah. Pemerintah Indonesia yang besar ini selalu tidak jelas sikapnya. Pencari suaka dari Rohingya yang ke Indonesia malah diperlakukan seperti penjahat ditaruh di rumah detensi.

Rasanya tidak bijak jika mengambil peran dengan menunggu penguatan kapasitas bangsa terlebih dahulu. Tujuan sekaligus janji bangsa untuk mengambil peran ini harus segera ditunaikan -tentunya tanpa melupakan upaya penguatan kapasitas bangsa. Ini adalah amanah yang mendesak untuk dipenuhi. Tidak boleh ada keraguan di sini –layaknya Soekarno mempelopori kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika. Juga tidak boleh ada sikap pengecut. Untuk itu bangsa ini membutuhkan pemimpin yang mempunyai nyali politik untuk memikul tanggung jawab akan peran ini. Dengan begitu akan ada komandan yang siap membawa bangsa ini mengambil takdir sejarah sebagai bangsa pelopor ketertiban dunia.

2 komentar: