Sebenarnya yang terpenting dari perjalanan usia adalah sejauh mana peran atau kontribusi yang diberikan untuk masyarakat. Jika konteksnya adalah peran IPB, maka tentunya secara khusus yang dimaksud adalah peran dalam bidang pertanian. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, sudah sejauh manakah peran IPB dalam membangun pertanian Indonesia? Tentu sangat sulit untuk menjawab secara kuantitatif maupun kualitatif. Yang jelas ini adalah pertanyaan mendasar untuk menyoal kembali jati diri dan eksistensi IPB terutama mahasiswanya yang merupakan agen perubahan pertanian ke arah yang lebih baik.
Pergiliran Peran dan Paradigma Baru Pergerakan Mahasiswa Pertanian
Estafeta peran mahasiswa pertanian yang sejatinya memiliki kekuatan untuk mendinamiskan dunia pertanian seharusnya terus diwariskan lintas generasi. Pergiliran peran harus selalu ada. Tidak boleh ada missing link.
Peran mahasiswa pertanian ini bisa kita sebut pergerakan mahasiswa pertanian. Jadi, makna pergerakan bisa diwakili oleh kata ‘peran’. Sejauh mana mahasiswa bergerak bisa kita lihat dari seberapa kuatnya pengaruh mereka dengan peran yang diamainkan.
Dengan pemaknaan di atas, kita seharusnya membangun paradigma baru dalam dunia pergerakan mahasiswa. Kita harus keluar dari lorong sempit makna pergerakan mahasiswa yang identik dengan aksi vertikal atau kritik terhadap kebijakan pemerintah. Jika kita terpenjara oleh pemaknaan ini kita akan jalan di tempat dan hanya menjadi angin lalu yang sempat mewarnai wacana politik kampus.
Sebagai pembelajaran urgensi merubah paradigma, kita bisa ambil contoh sejarah Tujuh Gugatan Rakyat (Tugu Rakyat) yang dideklarasikan ketika konferensi BEM Seluruh Indonesia pada 21 Mei 2008. Coba kita hitung berapa banyak sebenarnya tuntutan-tuntutan tersebut yang benar-benar diperhatikan oleh pemerintah. Memang ada, tapi sangat sedikit. Sebaiknya konferensi itu bukan cuma sekedar membahas permasalahan bangsa kemudian membuat tuntutan pada pemerintah. Lebih produktif lagi jika konferensi itu menghasilkan kesepahaman tentang apa peran yang bisa diambil oleh mahasiswa untuk memperbaiki bangsa ini. Hanya menuntut tidak akan membawa hasil yang signifikan sehingga kurang memberi perubahan yang nyata bagi rakyat. Jadi paradigma pergerakan mahasiswa harus diarahkan kepada mode keseimbangan gerakan vertikal dan horizontal.
Realita Masa lalu dan Masa Kini Pertanian Indonesia
Sangat indah bila kita mendengar dan membaca pada tahun 1970an-1980an, pertumbuhan PDB sektor pertanian rata-rata 3,2 % per tahun. Swasembada beras dapat dicapai pada tahun 1984, walau hanya dapat dipertahankan hanya sampai tahun 1993. Produksi padi Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pembangunan pertanian Indonesia pun dipacu kembali pada tahun 1997, dimana saat awal reformasi tersebut terjadi krisis moneter. Sektor pertanian pun digunakan sebagai alat stabilitas perekonomian menengah ke bawah saat itu.
Pertanian Indonesia mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia memiliki lahan yang sesuai dan tersedia untuk pertanian. Sebagaimana data yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2006, potensi lahan untuk pertanian adalah 30,67 juta hektar. Dimana 8,28 juta hektar berpotensi untuk sawah (2,98 lahan basah rawa dan 5,30 lahan basah non rawa) dan 7,08 juta hektar untuk lahan kering tanaman semusim. Namun saat ini lahan sawah untuk irigasi adalah 7,7 juta hektar. Selain lahan potensial yang menjadi daya dukung, Indonesia pun mempunyai kearifan dan teknologi lokal yang sudah dan sedang dikembangkan sebagai modal untuk pengembangan pertanian. Pertanian juga sebenarnya adalah basis sosial-budaya masyarakat Indonesia.
Namun yang terjadi sekarang adalah sebuah paradoks. Pertanian yang seharusnya menjadi sektor terdepan pembangunan bangsa serta kekuatan utama bangsa, kini dirundung berbagai macam masalah. Akibat masalah ini, Indonesia bagaikan peribahasa tikus yang mati kelaparan di atas lumbung padi serta angsa yang mati kehausan di atas danau. Masalah pertanian ini tentunya menjadi sebuah bola salju yang berbahaya apabila tidak diselesaikan. Masalah-masalah tersebut diantaranya terus menyempitnya lahan pertanian dimana-mana. Daya dukung lahan pertanian juga menurun karena terjadinya degradasi lahan, alih fungsi sumberdaya air, dan perubahan ekologi akibat bencana alam. Keluarga tani yang mengusahakan lahannya pun termasuk sempit, yaitu dengan rata-rata 0,37 hektar di pulau Jawa dan 1,1 hektar di pulau sumatera menurut data Deptan tahun 2005.
Masalah selanjutnya yaitu produktivias pertanian yang mengalami levelling off karena kurang berkembangnya teknologi budidaya modern, terbatasnya alih teknologi, serta rendahnya penggunaan dan akses petani terhadap teknologi maju. Sarana infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan usaha tani, dan komunikasi banyak yang rusak. Penyuluhan dan kelembagaan petani pun dinilai masih lemah. Agribisnis yang menjadi pemasar hasil pertanian belum berfungsing dengan baik karena sistemnya tidak terintegrasi dari hulu ke hilir serta keterbatasan aksek terhadap layanan usaha.
Kebijakan makro pemerintah pun seringkali kali kurang memihak sektor pertanian. Hal tersebut terlihat dalam kebijakan impor. Padahal sebaiknya mengintensifkan produksi produk lokal. Sehingga diversifikasi pangan dapat terwujud sebagai solusi dari masalah ketergantungan tinggi pada beras. Kebijakan makro ini berdampak pada jaminan penyediaan pangan dari produksi dalam negeri. Hal ini mengakibatkan pendapatan rata-rata petani menjadi lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.
Masalah lingkungan akibat dari kegiatan pertanian pun menjadi hal yang penting untuk kita perhatikan. Kegiatan pertanian memang membuat suatu kawasan menjadi hijau, namun hal tersebut hanya diibaratkan sebagai sebuah sampul. Dalam pelaksanaannya banyak kegiatan pertanian yang tidak ramah lingkungan. Kegiatan tersebut diantaranya adalah pencemaran tanah dan air oleh pestisida dan pupuk anorganik yang digunakan secara berlebihan tanpa memperhatikan dosis, pembukaan lahan yang digunakan dengan cara pembakaran, serta erosi yang parah pada lahan pertanian terutama Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat dari pengelolaan yang tidak tepat.
Paradoks Mahasiswa Pertanian
Di tengah carut marut realita pertanian ada semacam ungkapan paradoks yang sering dijadikan sindiran untuk mahasiswa IPB, “Mahasiswa IPB bisa segala hal, kecuali pertanian.” Tentunya ini adalah ungkapan yang sering dianggap sebagai gurauan yang lucu. Banyak pendapat yang bisa dipakai untuk menyangkal ungkapan ini. Sebagian pendapat menjelaskan fakta banyaknya sarjana pertanian yang tidak mendedikasikan dirinya dalam dunia pertanian. Biasanya karena mereka bekerja di luar sektor pertanian. Dan masih banyak lagi pendapat lainnya.
Sebenarnya memikirkan ungkapan tadi tidaklah penting karena ungkapan tersebut bukan pertanyaan yang harus dijawab melainkan tantangan yang harus dihadapi. Ungkapan tersebut seharusnya menjadi stimulus bagi para mahasiswa pertanian untuk lebih bertanggungjawab terhadap kondisi pertanian Indonesia kini. Dan tanggung jawab itu bisa diekspresikan dengan berbagai upaya kongkrit sesuai peran yang bisa diupayakan oleh masing-masing orang.
Saatnya Mahasiswa Pertanian Mengambil Peran
Setidaknya, ada tiga peran yang dapat diambil oleh mahasiswa pertanian dalam membangun pertanian Indonesia. Pertama, sarjana dan mahasiswa pertanian sebagai inovator pertanian. Hal ini berkaitan dengan gagasan-gagasan baik dalam bidang sains maupun sosial politik yang bisa dirumuskan oleh mereka. Mereka bisa melakukan penelitian dalam bidang industri pertanian untuk meningkatkan efisiensi proses produksi maupun diferensiasi produknya. Adapun dalam bidang sosial politik mereka bisa melakukan kajian untuk menghasilkan rumusan kebijakan baru yang solutif dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah di sektor pertanian. Kemudian rumusan kebijakan tersebut bisa ditawarkan kepada aparat pemerintahan maupun publik sebagai aspirasi kaum intelektual.
Kedua, sarjana dan mahasiswa pertanian sebagai kontributor pertanian di masyarakat. Mereka tentunya bisa langsung mempraktekan hardskill dan softskillnya untuk mendorong masyarakat, khususnya masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani agar bisa mewujudkan pengelolaan pertanian yang baik. Mereka bisa langsung mengedukasi para petani dengan berbagai penyuluhan sekaligus menyumbangkan berbagai produk baru yang dihasilkan dari penelitian di bidang pertanian.
Ketiga, sarjana dan mahasiswa pertanian sebagai komunikator pertanian. Mereka bisa melakukan propaganda pertanian dengan berbagai media sesuai dengan passion masing-masing. Orang yang memiliki passion seni misalnya, ia bisa melakukan propaganda pertanian melalui lagu, drama, dan puisi. Adapun orang yang senang dengan dunia tulis menulis, ia bisa melakukan propaganda pertanian dengan membuat artikel, cerita pendek, dll. Dan masih banyak passion lain yang bisa menjadi saluran ekspresi pertanian. Jika peran ini bisa dimaksimalkan, maka gap antara masyarakat secara luas dengan realita pertanian bisa diperkecil. Begitu masyarakat merasa dekat dengan pertanian, kesadaran kolektif akan pentingnya menyelamatkan masa depan pertanian tumbuh dengan baik. Oleh sebab itu bisa dikatakan peran ini sangat variatif, dinamis dan penting sekali.
Menuju Ide Gerakan Mahasiswa Pertanian yang Lebih segar
Dari pemikiran tentang pembagian peran di atas tentunya gerakan mahasiswa pertanian bisa dikembangkan dengan ide-ide yang lebih segar. Gerakan mahasiswa pertanian bisa dibuat lebih variatif bentuknya maupun pemaknaannya. Bentuk gerakan mahasiswa pertanian bisa berupa aksi turun ke jalan maupun turun ke masyarakat. Makna gerakan mahasiswa pertanian pun bisa berupa kontribusi kolektif maupun individu. Bahkan life syle yang baik pun bisa dimaknai sebagai gerakan mahasiswa pertanian. Jadi, ketika kita mengambil peran yang baik secara personal maupun kolektif dalam bidang pertanian, maka kita sudah berkontribusi dalam gerakan mahasiswa pertanian.
0 komentar: