Bagi mahasiswa yang menjadikan Islam sebagai landasan geraknya pasti akan mengambil peran masjid sebagaimana yang seharusnya diajarkan di da...

Gerakan Pembebasan dari Masjid Kampus


Bagi mahasiswa yang menjadikan Islam sebagai landasan geraknya pasti akan mengambil peran masjid sebagaimana yang seharusnya diajarkan di dalam Islam atau diwariskan sebagai suatu kenyataan kultural-yaitu sebagai pusat ibadah ritual (mahdhah) dan ibadah sosial. Masjid tidak dipandang sekadar simbol dari ritual keagamaan. Sebagai pusat pembangunan kesadaran, masjid direvitalisasi dan dihadapkan secara langsung dengan kenyataan-kenyataan praktis sebagai pusat aktifitas dan penggerak aktifitas umat.


-Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus by Andi Rahmat and Mukhamad Najib 

Suatu pagi ba’da shalat shubuh tiba-tiba saya  teringat dengan buku-buku tentang gerakan dakwah kampus dan reformasi yang pernah saya baca. Rasa penasaran akan narasi utuh gerakan dakwah kampus mendorong saya mencari berbagai sumber untuk mengetahui secara umum perjalanan dakwah kampus dari era 70-an sampai sekarang. Dalam bacaan ini saya hendak kutipkan beberapa potongan narasi dengan sedikit perubahan dan tambahan yang mudah-mudahan mengggambarkan perjalanan sejarah dakwah kampus secara umum. Selamat membaca.

Pada awalnya embrio pengusung dakwah kampus berkembang di masjid kampus. Semangat revivalisme Islam di kalangan mahasiswa muslim di universitas-universitas sekuler, mulai berkembang pada akhir tahun 1970-an sejak didirikannya jejaring dakwah kampus yang berpusat di masjid-masjid kampus. Tumbuhnya minat dalam mempelajari agama dan mempraktikannya bisa difasilitasi melalui masjid kampus. Mereka shalat berjamaah dan berkumpul mendengarkan khutbah Jum’at di masjid. Di sela-sela atau seusai urusan perkuliahan, mereka menuju masjid kampus, entah untuk mengikuti diskusi-diskusi agama dan liqo (pertemuan pekanan), mabit (tinggal semalam di masjid), dan dauroh (program pelatihan). Jelas bahwa masjid tidak hanya melayani kebutuhan kegagamaan mahasiswa, tapi juga berperan menjadi institusi yang potensial bagi munculnya aksi kolektif (Muhtadi 2012).

Lembaga Mujahid Dakwah (LMD) juga mempengaruhi perkembangan jejaring dakwah kampus. Imaduddin Abdulrahim (Bang Imad) adalah figur sentral di belakang kelahiran LMD yang sejak 1974 menyelenggarakan pelatihan-pelatihan reguler di Masjid Salman ITB. Pelatihan keagamaan yang intensif menarik minat sejumlah besar mahasiswa yang datang tidak hanya dari Jawa, tapi juga dari Sumatra (Wiktorowicz 2001). Dr. Ir. Hermawan K. Dipojopo.M.Sc. EE (pernah menjabat sebagai Ketua Umum Badan Pelaksana Yayasan SALMAN) mengungkapkan pengalamannya masa mahasiswa ketika mengikuti LMD ketiga yang sebagian besar ditangani oleh Bang Imad beserta K.H. Dr. Miftah Faridl : “ Hari pertama, yaitu acara pembukaan, saya terhenyak dengan pernyataan Bang Imad, “ Nasi yang saudara makan itu berasal dari infaq dan sedekah umat, dan saudara akan mempertanggungjawabkannya di akhirat nanti. Oleh karena itu, jika Saudara tidak sanggup, lebih baik segera mengundurkan diri saja secepatnya dari kegiatan ini”.

Setelah menyelesaikan LMD para alumninya mengadakan pelatihan dakwah serupa di kampus masing-masing. Di UI, misalnya, mereka mengembangkan kajian keislaman ala LMD dan menjaga semangat dakwah melalui berbagai lembaga di tiap-tiap fakultas dengan nama yang berbeda-beda, tapi secara subtantif sama seperti Integrasi Studi tentang Islam (ISTI) di Fakultas Ekonomi, Studi Islam Terpadu (SIT) di Fakultas Sastra, dan Forum Kajian Dasar Islam (FONDASI) di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (Siddiq 2003). Salah satu tokoh perintis gerakan dakwah di UI yang merupakan alumni LMD dan paling dikenal adalah Aus Hidayat Nur (Kang Aus), Mahasiswa UI Jurusan Sastra Arab.

Selain LMD, kegairahan dalam ber-Islam di kalangan mahasiswa makin berkembang pesat setelah LDK secara formal bermunculan di kampus-kampus. Yang menarik, sejak menjadi organisasi formal mahasiswa dan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)-ada juga yang berupa Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sperti di IPB-di kampus, LDK memeperoleh bantuan dana secara rutin dari universitas. Sebagai lembaga mahasiswa yang secara resmi diakui pihak rektorat, LDK dijadikan wadah formal para aktivis dakwah melakukan rekrutmen besar-besaran pada para mahasiswa baru (Damanik 2002).

Perkembangan selanjutnya, awal 1990-an, gerakan dakwah berkembang pesat dan mulai mengubah konstelasi politik mahasiswa dengan merebut kursi ketua senat di universitas-universitas sekuler. Banyak nama aktivis dakwah kampus yang muncul ke permukaan dan memegang tampuk kepemimpinan. Rama Pratama, seorang aktivis dakwah yang cemerlang sejak mahasiswa pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa UI pada 1997. Zulkieflimansyah terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa UI pada 1994. Kamaruddin, mantan aktivis dakwah di Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UI, juga terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa UI pada 1995. Setelah itu, Selamat Nurdin, mantan aktivis dakwah dari FISIP UI terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa UI pada 1996. Sejumlah kemenangan meyakinkan para aktivis dakwah dalam memperebutkan posisi ketua senat mahasiswa, baik di tingkat Fakultas maupun universitas di UI, telah menginspirasi kolega mereka di universitas-universitas prestisius yang lain, seperti ITB, IPB, dan UGM untuk bertarung dalam pemilihan ketua-ketua senat mahasiswa di kampus-kampus mereka (Muhtadi 2012).

Momen reformasi 1998 menjadi batu loncatan tersendiri bagi gerakan dakwah kampus. Ketika itu bertepatan dengan momentum pertemuan tahunan ke-X FSLDK pada 1998, beberapa aktivis LDK mengumumkan berdirinya KAMMI (Muhtadi 2012). Pembentukan KAMMI menandakan bahwa tokoh-tokoh gerakan dakwah kampus perlahan-lahan mulai mengkonsolidasikan seluruh elemen-elemen lembaga dakwah kampus tingkat nasional berikut senat-senat mahasiswanya untuk memperjuangkan cita-cita sosial dan politiknya yang selama rezim Soeharto disikapi secara represif oleh pemerintah. KAMMI kemudian berjuang bersama Amien Rais menuntut reformasi. “Beberapa waktu menjelang kejatuhan Soeharto merupakan hari-hari yang sangat menegangkan dan menentukan, paling tidak untuk saya dan semua orang yang mendorong kereta reformasi. Fachri Hamzah sebagai ketua KAMMI dan juga yang lain sering bersama saya, bersama-sama mendorong terjadinya reformasi,” kenang Amien Rais.

Soeharto pun jatuh. Para sejarawan bermazhab Barat-di antaranya Arbi Sanit-sudah pasti mengarahkan tudingan kepada “orang-orang masjid” sebagai pelaku di balik layar reformasi. Gerbang baru gerakan dakwah kampus terbuka. Sejak saat  itu mulailah tema mengawal reformasi dan menuju kampus madani menjadi garapan aktivis dakwah kampus.

Semua capaian selama rentang sejarah dakwah kampus diwariskan secara estafet melalui kaderisasi dan perjuangan pemenangan politik kampus yang konstan. Capaian-capaian tersebut ada yang berhasil ditingkatkan di suatu kampus dan ada pula yang mengalami kemunduran di kampus lain. Apatisme dan hedonisme mulai menjadi musuh intangible gerakan dakwah. Singkatnya pasca reformasi sampai sekarang kita memiliki “PR” yang belum tuntas : estafet dakwah kampus menuju kampus madani, di antaranya menuntaskan pembebasan seluruh komponen kampus  dari materialisme, kapitalisme, liberalisme, dan sekulerisme (seluruh orientasi duniawi) menuju kemerdekaan aqidah.

Khatimah

Di Amerika, sejarawan konservatif Francis Fukuyama dalam bukunya yang berjudul The End of History and The Last Man menulis bahwa runtuhnya Uni Soviet tidak hanya manandai berakhirnya perang dingin, melainkan akhir dari sejarah : demokrasi kapitalis liberal (dan semua pandangan hidup yang sejalan dengannya-di antaranya materialisme dan sekulerisme) telah menang, tidak ada lagi ideologi yang dapat menentangnya, dan tidak ada yang tersisa kecuali sedikit bersih-bersih di sekitar pinggirannya sementara seluruh dunia naik menumpang kereta menuju satu-satunya kebenaran. Namun kenyataannya sekarang kita menyaksikan fenomena yang bertentangan dengan klaimnya. Di berbagai belahan bumi, khususnya bumi Islam kembali bergejolak atas ketidakpuasan kereta yang ditawarkan Barat. Dari sana muncullah kepastian : Fukuyama salah! Sejarah belum berakhir. Dalam konteks dunia kampus Indonesia, sekarang kita, masyarakat kampus secara sadar dan tidak sadar sebenarnya sedang terlibat dalam-meminjam istilah Tamim Ansari- “arus balik sejarah”. Wajah kampus-kampus sekuler telah berubah. Ideologi dan budaya lama Barat di kampus yang tidak kompatibel dengan nurani bangsa ini-yang dulu mengakar kuat-mulai memudar dan minggir dari arus sejarah karena telah mengungkung jiwa-jiwa sehingga menjadi kerdil di hadapan Barat.

Gerakan dakwah kampus menjadi jawaban atas perubahan ini karena sejatinya dakwah membebaskan manusia dari semua kungkungan pandangan dan sistem hidup yang tidak sejalan dengan sistem yang ditetapkan oleh Allah; Al-Islam. Adapun masjid telah menjadi tempat berkembangnya embrio pengusung gerakan dakwah kampus ini. Setidaknya pesan yang ingin disampaikan di sini adalah : gerakan pembebasan dari masjid kampus telah lahir dan tidak dapat ditarik kembali dari sejarah!

Referensi :

Ansary, Tamim, Dari Puncak Bagdad: Sejarah Dunia Versi Islam, Yulianto Liputo (penerj.), Zaman, Jakarta, 2012.

Damanik, Ali Said, Fenomena PK: Tranformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia, Teraju, Jakarta, 2002.

Muhtadi, Burhanuddin, Dilema PKS: Suara dan Syariah, Kepustakaan Populer Gramedia,  Jakarta, 2012.

Rahmat, Andi & Mukhamad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Purimedia, Surakarta, 2001.

Siddiq, Mahfudz, KAMMI dan Pergulatan Reformasi: Kiprah Politik Aktivis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Krisis Nasional Multidimensi, Era Intermedia, Solo, 2003.

Wiktorowicz, Quintan, The Management of Islamic Activism: Salafis, the Muslim Brotherhood, and State Power in Jordan, State University of New York Press, New York, 2001.

http://serbasejarah.wordpress.com

2 komentar:

  1. Assalamualaykum, mau nanya, ini template nya free? cara bikin quotes di bawah judul itu gimana ya? makasih. . . :)

    BalasHapus
  2. ia, free. ada di pengaturan penulisan. Pake blockquote.

    BalasHapus