Membela ataupun mengatakan kebenaran dalam dunia nyata ternyata tidak sederhana seperti yang tergambarkan dalam film imajinasi super hero Amerika dan Jepang. Hal ini karena ada dua proses yang harus kita lalui. Pertama, kita harus mengidentifikasi kebenaran. Kedua, setelah mengetahui kebenaran, kita harus berani memikulnya.
Identifikasi kebenaran dalam konteks bermasyarakat sungguhlah berat. Masyarakat kita, mayoritasnya dibentuk oleh imej-imej sosial. Mereka lebih mempercayai statement orang bergelar daripada mencari tahu tentang hakikat kebenaran yang sesungguhnya. Mereka lebih menghormati orang kaya daripada orang yang sederhana. Mereka lebih mudah menerima ‘kebenaran’ universal daripada menerima persepsi hitam putih.
Saya sekarang setuju dengan statement seperti ini : Untuk urusan benar dan salah, kita tak mungkin menerima semua pertimbangan agar boleh diterima semua golongan. Untuk urusan benar dan salah, tidak ada posisi banci yang sering disebut dengan kata yang dianggap hebat: moderat!
Kemudian menanggung kebenaran lebih berat lagi, karena salah satu konsekuensinya kita harus menyuarakannya. Pasti ada perlawanan publik dengan berbagai skalanya yang akan kita hadapi. Terkadang hanya perlawanan individu ataupun golongan minoritas. Tapi, terkadang kita akan berhadapan dengan suara mayoritas. Terkadang kita juga akan berhadapan dengan imej umum. Misalnya saja orang-orang muslim yang menyebut mereka di luar Islam sebagai kafir, imej umum menyorotnya sebagai kaum yang tak berbudi dan anti toleransi. Padahal kalau kita belajar Bahasa Arab, kata kafir tidak bisa dianggap kata kasar atau kejam. Kafir adalah kafir, tidak ada hubungannya dengan kata-kata kasar dan lembut. Sekali lagi, ini adalah konsekuensi yang berat dalam menyuarakan kebenaran.
Dalam membela ataupun mengatakan kebenaran ini sudah banyak tantangan yang harus kita jawab. Penerima hadiah Nobel Fisika, Steven Weinberg yang ateis pernah berkata, “Dengan atau tanpa agama, orang baik akan berbuat baik dan orang jahat akan berbuat jahat. Agamalah yang menjadikan orang baik berbuat jahat.” Mampukah kita melakukan identifikasi kebenaran terhadap perkataan tersebut dan membuktikan bahwa dia-Steven Weinberg salah besar?! Mampukah kita menyuarakan kebenaran sebagai sanggahan atas perkataan tadi yang seolah-olah kebenaran dan kesalahan bercampur di dalamnya?
Bagaimana kalau sudah sangat jelas kesalahan. Kemudian kesalahan itu tidak sekedar disuarakan oleh individu. Bahkan kesalahan tersebut menjelma menjadi sebuah komunitas manusia : para pembela HAM yang melindungi kaum homoseks, kelompok pro free sex, mafia hukum dll. Yang lebih dahsyat lagi kesalahan tersebut bisa menjelma menjadi sebuah zaman. Maka muncul lah terminologi zaman yang disebut oleh Muhammad Quthb, seorang pemikir Mesir sebagai jahiliyyatul qarnil ‘isyriin : jahiliyah abad 20, abad di mana kesalahan sudah kian dilegalkan dan merajalela.
Ternyata, dalam prosesnya sungguh sangat berat mengusung kebenaran. Sang Rasul berkata, “Qulil haqqo walau kaana murron!”, katakanlah kebenaran walaupun pahit! Ini adalah isyarat agar umatnya suatu saat harus siap mendebat zaman.
Membela ataupun mengatakan kebenaran dalam dunia nyata ternyata tidak sederhana seperti yang tergambarkan dalam film imajinasi super hero Am...
Mendebat Zaman
About author: Diki Saefurohman
Pribadi yang tertarik dengan dunia sains, filsafat, dan politik. Penikmat sejarah dan sastra. Sedang mendalami dunia bisnis dengan pendekatan praktis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Salah dan benar itu memang seperti bilangan biner; 0 atau 1. Tapi Kebenaran itu sendiri seringkali tak hanya satu...Misal: "Sebutkan operasi penambahan yang menghasilkan nilai 11", maka jawabannya bisa 1+10, bisa 2+9, bisa 3+8, dst...ada banyak jawaban yang benar....
BalasHapuswallohua'lam
Selamat berdebat dengan Zaman....
BalasHapusEsai yang bagus.
Kalau saya menyebut itu wajah2 kebenaran :)
BalasHapusKonsep hitam-putih dalam masalh benar dan salah memang gak bermaksud menyangkal ada banyak wajah kebenaran dalam kasus tertentu :)
Jzklh atas comment nya :)
Ayo, kalau diperlukan ikut juga mendebat zaman :D
BalasHapusJzklh..
terkadang ketika ingin menyuarakan kebenaran kita terlalu takut akan bayang-bayang sendiri, hingga akhirnya kita hanya bisa memaklumi sebuah kesalahan atas dasar toleransi dan tak enak hati. Jadinya wibawa kebenaran itu sendiri tergadaikan oleh sekedar rasa senang dan penerimaan publik. Padahal cahaya kebenaran sendiri tidak hanya berhenti pada waktu yang sesingkat itu, karena ia pasti akan muncul, tidak saat ini pasti nanti, dengan bentuk yang teramat indah dan abadi. Selamat berani
BalasHapusSiap Komandan !
BalasHapusBenar sekali... keberanian-lah yang sebenarnya benar-benar diperlukan umat Islam sekarang. Keberanian untuk tetap memegang teguh apa yang kita percaya, apa yang kita anggap sebagai kebenaran, untuk berdiri dan membela hal tersebut, menentang segalanya yang menghadang.
BalasHapusDi akhir, tidak masalah apa yang pemerintah katakan. Tak masalah apa yang para media katakan, apa yang rakyat katakan, apa yang massa katakan, dan apa yang dunia tekankan. Teruslah berdiri di sebelah kebenaran yang kita pegang, berdirilah hingga akhir! Niscaya, waktu-lah yang akan membuktikan: nasib akan berpihak pada para pemberani!
Salam, :)
Reblogged this on Think!.
BalasHapus